Guru Sang Pahlawan Krisis


Saat saya masih kuliah di salah satu PTN di daerah Bandung, mungkin sekitar tahun 2006-an lah saya sempat membaca sebuah buku yang berjudul “Mencari Pahlawan Indonesia” (Penulis : Anis Matta). Sayang seribu kali sayang, saya lupa entah dimana buku itu sekarang berada? Mungkin ada teman yang pinjem tapi tidak sempat mengembalikannya, jatuh, tertimbun oleh buku-buku yang lain, atau dimana lah… yang jelas sekarang buku itu hilang belum ketemu.

Loh, nah loh… emang apa hubungannya dengan tulisan ini? Mungkin diantara pembaca sempat terlintas untuk menanyakan hal itu, hehe… (PeDe aja lagi). Saya masih ingat, ada sesuatu hal menarik dari buku itu, salah satunya adalah ada sebuah kalimat atau ungkapan bahwa “Krisis adalah Takdir Semua Bangsa”. Saya lupa entah halaman berapa ungkapan tersebut ada di buku itu. Suerr… ungkapan tadi ada loh di buku itu, tapi biarlah tidak usah mempermasalahkan halaman berapanya. Yang jadi pertanyaannya adalah, benarkah demikian? Apa maksud dari kalimat atau ungkapan tersebut? Dan apa hubungannya dengan seorang guru?

Sudah sangat familier sekali, kalau kita mendengar bahwa guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Namun pada kali ini, sengaja penulis memberikan gelar lain seperti yang tertulis pada judul postingan ini. Yakni, Guru Sang Pahlawan Krisis. Semoga paparan berikut ini sedikitnya bias menjadi gambaran… makanya jangan langsung tutup halaman ini sebelum membaca semua postingan saya ini ya. So.. mari kita lanjutkan. Let’s go...

Krisis adalah takdir semua bangsa, mungkin ini berarti bahwa semua bangsa, dan juga peradaban manusia, berpotensi dilanda apa yang disebut dengan krisis, apapun bentuk dan kadar krisis yang dimaksud, baik itu krisis keuangan/moneter, krisis kepercayaan, krisis keteladanan, dan lain sebagainya. Krisis terebut jangan lah disesali apalagi dikutuk. Kita hanya perlu meyakini bahwa masalahnya bukan lah pada krisis itu sendiri, akan tetapi keberadaan sang pahlawan saat krisis itu terjadi. Dengan kata lain, krisis tersebut bisa menjadi momentum awal keberlangsungan hidup atau malah menjadi titik awal kehancuran suatu bangsa, dan agar krisis ini bisa dijadikan sebagai titik awal keberlangsungan sebuah bangsa dan peradaban, tentunya tidak ada pilihan lain kecuali mutlak harus ada sang pahlawan.

Saat ini Pahlawan yang dimaksud mungkin bukanlah orang suci yang turun dari langit ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan segala mukjizat, secepat kecepatan cahaya, dan setelah persoalan selesai dengan cepat kembali lagi ke langit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan rutinitas sehari-hari, akan tetapi rutinitas tersebut dilakukan menjadi pekerjaan-pekerjaan besar dalam waktu yang cukup lama dan panjang, sampai waktu mereka habis dimakan usia. Nah, pada momentum inilah sebenarnya kita sudah menemukan sosok pahlawan yang kita idam-idamkan itu, bahkan selama ini ada disekitar kita, dan sangat jelas adanya. Siapa pahlawan yang dimaksud? Jawabannya adalah dialah seorang “Guru”.

Saya katakan bahwa guru adalah sang pahlawan krisis, karena saya (mungkin juga pembaca) punya anggapan bahwa guru adalah pribadi yang bisa menentukan maju dan tidaknya sebuah bangsa dan peradaban manusai. Olehnya, seorang anak yang awalnya tidak tahu apa-apa dapat menjadi seorang jenius. Dengan arahan dan bimbingan dalam bingkai kesabaran seorang guru, anak dengan tingkat kenakalan luar biasa dapat menjadi berprestasi. Melalui sentuhannya,dapat lahir generasi-generasi yang cerdas, berdaya guna nan unggul. Sang guru terjun untuk memberantas kebodohan umat manusia, sekaligus menyebarkan kearifannya sehingga umat manusia menjadi paham tentang makna kehidupan. Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam diri seorang anak didik atas jasa dan perjuangan seorang guru.

Namun..... walaupun sama-sama mempunyai gelar pahlawan, tidak semua guru bisa hidup dengan layak, tidak semua guru mendapatkan perlakuan dengan baik, sebagaimana halnya pahlawan bangsa ini yang sudah mempertaruhkan nyawanya di medan laga pertempuran tapi kurang mendapatkan perhatian, nasib guru juga sebagai pahlawaan di medan pendidikan tidaklah jauh berbeda. Ada yang bernasib mujur, dan ada juga guru yang bernasib naas.

Sungguh, sebuah hal yang sangat menyedihkan. Bila kita masih mendengar ada seorang guru yang mendapatkan penghasilan jauh dari kewajaran, gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menilik hal tersebut, secara tidak langsung kita menyaksikan bahwa masih ada guru yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi. Betapa tidak, guru yang setiap harinya memeras otak untuk memberikan pendidikan, pengetahuan, keterampilan, keteladan, dan hal lainnya kurang begitu dihargai.

Fenomena demikian mungkin sangat jarang kita temukan di daerah perkotaan, akan tetapi keadaan seperti itu benar-benar masih terjadi di masyarakat yang berada di daerah-daerah terpencil, daerah pegunungan atau di daerah pinggiran. Dengan demikian, Pemerintah hendaknya memperhatikan nasib mereka. Sebagai sesama pahlawan, mereka mutlak harus mendapatkan perlakuan yang sama. Apalagi mereka berjuang di medan yang lebih berat, maka hal yang sangat wajar jika guru diprioritaskan untuk mendapatkan tunjangan yang lebih cukup. Terlebih lagi sejak disahkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyatakan bahwa guru adalah sebuah profesi yang bermartabat.

Memang sampai saat posting ini ditulis, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan tantang pendidikan yang di dalamnya termasuk juga tentang standar nasional pendidikan dan juga kesejahteraan guru, seperti sertifikasi guru. Saya sangat mengapresiasi tentang hal ini. Akan tetapi, permasalahannya lain dalam praktik di lapangan, kebijakan-kebijakan demikian kurang memberikan pengaruh bagi guru-guru yang tinggal di daerah terpencil, pegunungan, atau daerah pinggiran. Makanya tetap saja ada sebagian guru yang masih merasa termarginalkan, (terlalu ekstrim ya! hehe...).

Terlepas dari semua problem di atas, kita yang sudah memilih profesi sebagai guru alangkah kurang bijaknya jika yang terlintas dibenak kita hanyalah masalah kesejahteraan dan finansial. Meskipun itu sangat lah penting demi kelangsungan hidup kita. Akan tetapi semua hal itu menjadi sebuah resiko, menjadi sebuah tantangan besar, sejauh mana ketekunan, kesabaran, dan keikhlasan kita menjalani semua ini?

Lupakan saja paparan saya di atas, tatkala seorang guru hanya memikirkan hal-hal yang berbau finansial saja. Sebagai bagian dari bangsa yang kita cintai ini, mari kita andil dalam membangun bangsa ini agar bisa keluar dari krisis yang berkepanjangan ini sesuai dengan profesi kita sebagai guru. Jika sang guru sudah berjuang keras, memiliki kesabaran dan ketekunan melebihi ambang batas, mungkin sudah layak disebut sang pahlawan. Pahlawan dalam arti sebenarnya, pahlawan sejati, yang berhak mendapatkan pengakuan dan penghargaan, serta nama indah guru dipahat dengan tinta emas. Bravo Wahai Guru Sang Pahlawan Krisis.. Semoga...!!

No comments:

Post a Comment